Nonton Jazz Gunung Slamet


“Setelah sekian purnama hiatus naik kereta api, kembali lagi aku merasakan kenikmatan duduk di gerbong kereta. Meski tujuan perjalanan kali ini cukup mendadak, dan tidak membutuhkan waktu lama di kereta, namun bagiku cukup menyenangkan dan mengesankan”

Tepatnya pukul 11.30 WIB, saat Prass menghubungiku. “Ayo nonton Jazz Gunung Slamet, saiki,”. Ajakannya cukup mengagetkan. Bagaimana tidak, acara tersebut akan dimulai pukul 16.00 WIB. Selain itu, aku harus masuk kerja sore. Sejenak aku berfikir, namun karena penasaran dengan pagelaran musik jazz akhirnya kuputuskan untuk ikut Prass. Meski terbilang cukup sering nonton sejumlah konser musik, dari pop hingga dangdut. Namun menonton musik jazz akan menjadi pengalaman pertamaku.

Tak membutuhkan waktu lama, aku bersiap. Membawa sejumlah perlengkapan pakaian dan lainnya. Karena rencananya kita akan menginap di Purwokerto. Jarak Cilacap – Purwokerto tidaklah jauh, hanya membutuhkan waktu satu jam jika ditempuh dengan motor/mobil. Namun, kali ini aku dan Prass memilih untuk naik kereta api menuju Kota Satria ini. “Diniati plesiran,” kataku pada Prass. Aku kemudian membeli tiket kereta api melalui aplikasi, dengan metode go show akhirnya kita naik kereta Kamandaka dengan harga tiket Rp 25 ribu.

  Pukul 14.00 kereta berangkat. Sudah lama aku tidak naik kereta, ternyata asyik juga. Kursi yang nyaman, ac yang kencang, dan pemandangan yang luar biasa. Di dalam kereta kita sepakat untuk menggunakan transportasi umum saat di purwokerto. Terutama kita ingin menjajal bus Trans Banyumas, salah satu moda transportasi penunjang mobilisasi masyarakat yang belum ada di Cilacap.

Waktu tempuh Cilacap – Purwokerto dengan kereta api membutuhkan waktu 1,5 jam karena kereta berhenti di Stasiun Kroya cukup lama sekitar setengah jam sendiri. Kita pun sampai stasiun Purwokerto pukul 15.30 WIB. Setelah keluar pintu stasiun, kita cukup bingung untuk menentukan arah tujuan. Akhrinya, kita putuskan untuk membeli siomay di luar stasiun terlebih dahulu sembari menggali informasi dimana halte bus Trans Banyumas.

“Wah nanti jalan kesana mas, ke arah underpass,” kata abang siomay tersebut dibarengi dengan tangannya yang menunjuk arah. Aku dan prass pun mengikuti arahannya. Tapi setelah berjalan sekitar 2 km, halte tersebut tak kunjung terlihat. Akhirnya kita menyerah, memutuskan nyegat angkot menuju hotel Aston untuk chek in terlebih dahulu. Biaya naik angkot sendiri Rp 20 ribu untuk dua orang. “Pak sampai lobi yaa,” kata ku pada pak supir. “Aduh mas gak berani, angkot gak boleh masuk lobi hotel,” ujar si pak supir. “Udah gak papa, nanti bilang aja nganterin yang punya Aston,” saut Prass ke pak supir. Setelah cukup lama eyel-eyelan, akhirnya pak supir memberanikan untuk masuk lobi hotel. Ini pengalaman pertama kita, masuk hotel diantar pakai angkot sampai depan lobi.

            Benar saja, setelah masuk Aston kita disambut dengan ramah, dan diberi welcome drink. Temanku Prass ini merupakan pegawai di Aston Cilacap, jadi kita menginap disini gratis, bahkan bisa request kamar dengan best view di Purwokerto, memang sebuah privilege yang tidak boleh disia-siakan, hehehe.

            Setelah siap menuju tempat acara, tepatnya di Wana Wisata Baturaden, aku dan Prass tetap memutuskan menggunakan Trans Banyumas menuju lokasi. Sebelum itu, kita mencari alfamart untuk membeli e-money. Soalnya, kata temannya Prass naik Trans Banyumas harus menggunakan e-money, tidak bisa menggunakan Qris apalagi uang cash. Kita kembali berjalan mencari Alfamart, dari Aston menuju arah SMA 4 Purwokerto, dan ternyata sangat jauh. Dan sesampainya di alfamart ternayata tidak ada e-money, kosong.

Dengan energi yang semangat karena ingin sekali menjajal Trans Banyumas akhirnya kita putuskan untuk putar balik dan kembali mencari alfamart. Jika diukur, mungkin kita sudah berjalan lebih dari 3 km sendiri. Akhirnya kita sampai di alfamart depan RST Wijayakusuma. Dan…ternyata e-money disitu kosong juga. Kita menyerah, waktu pun sudah menujukan pukul 18.00 WIB. Akhirnya aku putuskan untuk menghubungi temanku yang juga akan menonton acara musik tersebut. Kita bertiga akhirnya berangkat, namun sebelum ke lokasi, terlebih dahulu kita putuskan untuk mengisi perut yang sudah lapar di terminal Baturaden.

Usai perut kenyang kita kembali melanjutkan perjalanan, tidak lama kami sampai di depan gerbang Wana Wisata Baturaden. Namun sesampainya di sana, tempat parkiran mobil penuh, panitia mengarahkan untuk parkir di bawah. "Nanti kesininya diantar pakai kereta odong-odong," kata panitia. Kita pun mengikuti arahan tersebut. Dan benar kereta odong-odong sudah menunggu di tempat parkiran. "Asyikk, benar-benar plesiran ini," gumamku dalam hati. Kita bertiga pun naik odong-odong menuju tempat acara. Benar-benar menarik, naik ke Baturaden naik odong-odong. Tak lupa aku juga mengabadikan sejumlah momen naik odong-odong.

Setelah scan tiket dan lain-lain. Kita pun masuk mencari tempat duduk. Berbekal bantal duduk dari panitia, kita putuskan untuk duduk di bagian tengah. Dengan beratapkan langit dan berselimut suhu 24 derajat celcius Wana Wisata Baturaden cukup ramai dipenuhi oleh orang-orang yang menunggu pelantun tembang 'firasat' tampil. Oh ya, pengisi acara Jazz Gunung Slamet malam itu, bertabur musisi jazz kenamaan tanah air, mulai dari Marcell Siahaan, Tohpati, Sandhy Sondoro dan lainya.

Pukul 20.30 tepatnya, Marcell muncul ke panggung dengan membawakan sejumlah lagu, mulai dari mau dibawa kemana, takkan terganti, semusim, peri cintaku, firasat, dan masih banyak lagi. Kemudian disusul oleh Tohpati yang menyugukan penampilan apiknya. Sandhy Sodoro juga tak mau kalah, dengan berduet dengan Tohpati, Sandhy mampu menyihir sejumlah penonton untuk ikut berdendang bersama. Acara berakhir pukul 23.15 WIB, kita akhirnya keluar lokasi dan menunggu odong-odong di depan untuk menjemput kembali menuju tempat parkir. Kita pun akhirnya kembali ke hotel. Dan sesampainya disana, aku langsung tidur karena sudah sangat mengantuk.

Sebelum tidur aku berfikir, ternyata setelah melepas rasa penasaranku pada musik jazz, dapat disimpulkan jika aku tidak terlalu menyukai jenis musik ini. Meskipun penampilan para musisi saat itu sangat mengesankan. Namun, berdiam diri dan duduk cukup lama membuatku mengantuk. Ke depan jika aku kembali di ajak untuk menonton acara jazz apapun dan meskipun gratis, aku dengan tegas akan menolak.

            Esok harinya, sebelum balik ke Cilacap, kita menyempatkan diri untuk minum jamu di toko Jamu Ibu Tutiningsih atau yang dikenal Jamu Mbah Mangun di Pasar Manis. Sengaja kita chekout lebih pagi karena Prass harus sampai Cilacap jam 12.00 WIB. Sedangkan aku harus kembali bekerja sore harinya. Sesampainya di Pasar Manis aku memesan jamu untuk perut kembung. Dan ternyata harga jamu di tempat ini cukup mahal, Rp 10 ribu per gelasnya. Padahal biasanya dengan porsi yang sama di Cilacap hanya dihargai Rp 3 ribu. Mungkin karena toko jamu ini sudah melegenda. Katanya, jamu tradisional ini sudah ada sejak tahun 1953 di Pasar Manis.

            Usai selesai minum jamu, akhirnya kita putuskan mencari halte Trans Banyumas, setelah mencari informasi lebih mendalam naik bus ini ternyata masih bisa membayar menggunakan Qris. Dari arahan tukang parkir, terdapat halte di Pasar Manis. Kita pun langsung menuju ke lokasi.

Ternyata tidak ada halte trans Banyumas. Adanya Trans Jateng. Perbedaan keduanya sendiri yaitu jika Trans Banyumas trayeknya hanya sekitaran Kabupaten Banyumas. Sedangkan Trans Jateng meliputi Purwokerto-Purbalingga. Kita pun tetap menaiki bus tersebut kemudian transit di depan SMP 4 Purwokerto untuk ganti bus Trans Banyumas menuju Terminal Bulupitu. Tapi, kita tidak diturunkan pas terminal. Alhasil harus berjalan lagi untuk sampai terminal. Kebetulan keponakanku yang juga sedang berkuliah di Purwokerto akan ikut pulang ke Cilacap. Jadi aku menyuruhnya untuk menunggu di terminal. Sesampainya di terminal, kita mencari bus ke arah Cilacap, tapi trayek bus yang rencananya akan kita tumpaki memutar dahulu ke Wangon sebelum ke Cilacap, dan ini membutuhkan waktu lama untuk tiba di Cilacap. Selain itu, Prass tak mau naik bus tersebut dengan alasan kondisi bus yang kotor dan sudah tidak layak. Memang bisa dibilang Prass ini cukup steril anaknya. Dan dia kembali mengajak naik kereta api.

Kita pun harus berpacu dengan waktu untuk menuju ke Stasiun Purwokerto. Kita akan naik kereta pukul 11.00 WIB. Sedangkan saat itu waktu sudah menunjukan pukul 10.10 WIB. Sejumlah drama mencari bus pun terjadi, hingga akhirnya kita putuskan untuk naik angkot. Setelah bernego dengan abang angkotnya, kita membayar Rp 20 ribu untuk tiga orang menuju ke Stasiun dan angkot itu berasa angkot pribadi karena penumpang hanya kita bertiga. Kita sampai Stasiun Purwokerto pukul 10.25 WIB. Kereta tiba di Stasiun Cilacap pukul 12.15 WIB. Usai perjalan tersebut, akhirnya kita kembali ke rutinitas masing-masing. Meski cukup melelahkan namun perjalanan kali ini sangat mengasyikan dan mengesankan dengan sejumlah pengalaman-pengalaman baru.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar